Select Page

“Saya kayaknya 2”

“Saya 4 lebih rasanya”

“Alhamdulillah cuma 1”

“Saya 3 nih.., huhu”

“Saya yang paling banyak, ada 7 !!! Hahaha”

Begitulah…, kami saling menghitung jumlah sengatan tawon yang ada di kepala, di wajah dan di badan kami. Meski sakitnya sampai ke ubun-ubun, tapi kami tetap tertawa bahagia. Justru ibarat terkena “setrum”, kami menjadi semakin segar dan lincah. Haduh… “

Hallo sahabat lasak, traveling itu seperti candu ya. Sering kali bilang kapok karena dapat kejadian yang tidak mengenakkan, tetapi begitu diajak lagi, eh… mau lagi dan lagi. Nah, cerita lasak saya kali ini sempat membuat saya kapok (saat itu). Perjalanan seru ke Tuwi Tadui, sebuah green canyon yang berada di pedalaman hutan Padang Tiji, kabupaten Pidie, provinsi Aceh.

Ekspedisi Kaleng-kaleng ke Padang Tiji

Keindahan hutan Pidie, Aceh memang mulai dilirik oleh para petualang. Keasrian hutan serta sungai-sungainya yang eksotis kerap menghiasi laman media sosial. Tersebutlah nama-mana tempat wisata sepeti : Barieh Kala, Lingkok Kuwieng, Angkoek Pineung, Tuwi Badeuk, Tuwi Blangoeng, Tuwi Jeuringeu, Tuwi Tadui dan masih banyak lagi.

Hal inilah yang membuat saya, Yasir, Ruli, Kemal dan Awi berencana menjelajahi wisata di Padang Tiji. Kebetulan ada sahabat kami Adi yang tinggal di Padang Tiji. Sebelumnya Yasir dan Ruli juga pernah menjelajahi kawasan Barieh Kala bersama Adi.

Perjalanan dimulai dari kota Banda Aceh. Rencananya kami pulang hari alias tidak menginap. Karenanya kami bergerak sejak pagi. Apalagi jarak dari Banda Aceh ke Padang Tiji lumayan jauh, yaitu +- 100 km. Kami konvoi mengendarai sepeda motor melalui jalan lintas Sumatra Medan – Banda Aceh.

Setelah berjalan selama +- 2 jam kami sampai di pasar Padang Tiji, titik kumpul kami. Di pasar ini kami telah ditunggu oleh Adi dan dua orang sahabatnya, yaitu Furkan dan Jal. Mengingat kami akan trekking jauh ke dalam hutan, maka sebelum melakukan perjalalan, kami terlebih dahulu sarapan dan membeli perbekalan.  Lets Go !!!

 

Baca juga : Ketika Samosir Berselimut Kabut

Jelajah Pedalaman Hutan Padang Tiji

Sahabat lasak, dari pasar Padang Tiji, kami bergerak menuju Blang Putek dan berbelok ke arah Waduk Rajui. Jalan yang kami lalui lumayan menantang. Dari jalan mulus, jalan berbatu, hingga jalan tanah yang lengket di tepian sungai. Sepeda metic yang saya kendarai bersama Kemal sempat kewalahan saat melalui jalan berbatu.

Satu jam berlalu. Setelah melalui jalur tepian sungai, akhirnya kami sampai ke perkebunan warga. Di sinilah kami memarkir kendaraan sambil beristirahat. Selanjutnya kami harus berjalan kaki masuk ke hutan.

Inilah suasana sungai di dekat kami memarkir kendaraan. Sesekali tampak sekelompok burung walet beterbangan disekitar sungai. Indah bukan?

Gua Meucandong

Jalan yang kami lalui adalah jalan setapak yang biasa dilalui penduduk saat mencari hasil hutan. Sebagian jalan sudah ditutupi semak, sehingga kami kesulitan menemukan jalan. Untung saja Adi, Furkan dan Jal sangat tangkas membuka kembali jalan yang tertutup dengan golok yang mereka bawa.

Di tengah perjalanan, kami melewati sebuah gua yang tampak seperti sumur. Gua ini bernama gua Meuncadong. Kami mencoba melempar batu untuk mengetahui kedalamannya. Ternyata cukup dalam. Menurut Adi, gua Meuncadong cukup luas, bahkan tanah yang kami pijak merupakan bagian dari atap gua. Memang sih, tanah yang kami pijak ini seperti bebatuan karst.

Semakin jauh kami berjalan, kondisi jalan mulai menanjak. Pohon-pohon pun semakin rapat. Soal letih jangan ditanya, peluh sebesar biji jagung bercucuran membasahi badan. Huhu…

Gua Ular/ Uleu

Hampir satu jam kami berjalan menyusuri hutan. Saya sempat beberapa kali teringgal. Untungnya kami saling menyemangati, meskipun kata-kata yang terucap lebih mirip membully. Oiya, sebelum sampai di tujuan, Adi mengajak kami ke sebuah gua lagi. Nama gua ini membuat saya merasa agak seram ya, namanya gua Uleu (ular).

Benar saja, begitu kami sampai di pintu gua, tampak dua ekor ular tepat berada di atas pintu gua. Saya takjub melihat ular yang lumayan besar bertengger santai di atas bebatuan. Dari warna, bentuk dan coraknya, ular tersebut adalah ular Sanca Batik dan ular Bajing Hijau. Kami tak berani masuk gua, takutnya ular tersebut merasa terganggu dan mematuk kami.

Ular Sanca Kembang atau Sanca Batik ini panjangnya +- 3 meter. Ular yang masuk dalam suku Pythonidae tidak berbisa.


Ini kali pertama saya melihat ular Bajing atau Ganyosoma Oxycephalum. Tubuhnya berwarna hijau mengkilat dengan bagian ekor berwarna coklat. Ular Bajing ini juga tidak berbisa.


Sahabat lasak, dari gua Uleu ini sudah tampak tujuan akhir kami, yaitu Tuwi Tadui. Sebuah sungai yang airnya jernih berwarna kehijauan. Karena antusias, kami langsung turun menyusuri bebatuan. Tapi rupanya jalan yang kami lalui bukan jalan biasa, melaikan sarang tawon Batu. Tak ayal lagi, tawon-tawon berhamburan menyerang kami bertubi-tubi. Serangannya sangat ganas. Kami semua lari tunggang langgang. Ampunnnn…

Dari kami berdelapan, hanya Yasir yang tidak disengat tawon. Ada yang terkena 1 sengatan, 2, 3 bahkan 7 sengatan. Entahlah, mungkin aroma tubuh Yasir tidak disukai tawon atau rambut kribo Yasir membuat tawon tersesat di dalamnya. Pastinya kali ini Yasir sangat beruntung.

Saya terkena tiga sengatan. Dua di kepala dan satu di bagian punggung. Rasanya nyeri sekali. Anehnya badan saya jadi serasa bugar.

Green Canyon – Tuwi Tadui

Sahabat lasak, serangan tawon tadi membawa kami ke green canyon Tuwi Tadui. Indah sekali. Bahkan, sakitnya sengatan tawon seketika hilang begitu melihat tempat ini. Saya terpana menikmati lembah tersembunyi ciptaan Tuhan yang maha sempurna.

Setelah menikmati bekal yang kami bawa, kami langsung dong mandi-mandi. Bentuk Tuwi Tadui ini seperti kolam renang alami. Letaknya yang berada di antara tebing membuat kami makin asik bereksplorasi. Melompat dari atas tebing, menyelam ke dasar kolam, hingga santai mengambang di permukaan sungai.





Tidak hanya keindahan kolam hijau yang alami, pohon-pohon besar disekitar kami tak kalah menarik. Bahkan aliran sungai yang mengalir diantara bebatuan juga mengundang decak kagum. Saya tak puas-puas memandanginya. Perpaduan sungai, tebing batu dan pepohonan yang sangat eksotis.

Baca juga : Segarnya Gegado Lampung





Terapung Menyusuri Sungai

Jika mengikuti keinginan, tentu maunya tinggal lebih lama. Sempat terbersit untuk bermalam di lembah ini. Tapi alam menjawab keinginan kami. Hujan turun deras. Kamipun harus pulang.

Supaya perjalanan pulang berbeda dan lebih cepat, Adi memutuskan untuk pulang melalui jalur sungai. Namun, ada satu bagian sungai yang cukup dalam yang mengharuskan kami berenang. Kabar ini tentu kabar buruk bagi saya. Diantara kami semua, hanya saya yang tidak terlalu pandai berenang. Ditambah lagi tubuh saya yang lumayan berisi. Tapi bukan bolang namanya jika mereka kehabisan akal. Khusus untuk saya, Adi mencari potongan kayu besar yang bisa menopang tubuh saya. Untungnya mencari balok kayu di hutan ini tidaklah sulit. Dari beberapa balok kayu yang saya coba, akhirnya saya memilih balok kayu yang paling besar.

Jujur saya amat takut. Saya hanya berpegangan pada sepotong kayu. Berlahan saya menggerak-gerakkan kaki saya menyusuri sungai. Jaraknya lumayan jauh. Ada sekitar +- 30 meter. Meski di belakang saya ada yang berenang mengiringi, tetapi melihat kondisi sungai yang dalam dan tak berdasar, membuat saya berfikir yang tidak-tidak. Saya membayangkan kaki saya ditarik buaya, dipatuk ular air, atau ditarik makhluk halus. Huhu..

Saya berusaha fokus dan menenangkan hati. Alhamdulillah saat-saat menegangkan pun berlalu. Saya sampai juga di ujung sungai, disusul oleh kawan-kawan lainnya. Akhirnya kami semua sampai ke Padang Tiji dengan selamat. Setelah membersihkan badan dan sepeda motor, sore itu juga kami melanjutkan perjalanan pulang ke Banda Aceh.

Sahabat lasak, ada saja keseruan dalam setiap perjalanan. Terlebih perjalanan bersama para sahabat. Semakin sering kita bersama mereka, tentu kita semakin mengenal sifat asli mereka. Bisa jadi sifatnya menyebalkan bahkan menyusahkan. Tapi, justru sahabat yang baik adalah sahabat yang mau mengerti dan menerima kekurangan sahabatnya.

Selasa, 28 April 2020

” Selama pandemi virus Covid-19, jangan lasak dulu ya, di rumah lebih baik”

Kaki Lasak : Travel & Food Blogger




 



Follow Me :
Steemit @kakilasak
Facebook Kaki Lasak
Instagram kaki lasak
Website : kakilasak.com
Youtube : Kaki Lasak Crew
Whatsapp +6282166076131