” Oiii… Soe di sinan? ” (“Oii… Siapa di sana?”)
Mata kami sontak tertuju ke arah suara. Tampak sosok lelaki kekar dengan parang ditangannya mendekati kami.” Lon Yasir, kamoe dari Banda Aceh pak “ (“Saya Yasir, kami dari Banda Aceh pak”)
” Peu peuget di sinan?, bek macam-macam, bek berangkaho cok foto dan bek melewat ria “ (“Sedang apa di situ?, jangan macam-macam, jangan sembarangan ambil foto dan jangan kelewat ria”)
” Geut pak, kamoe tengoh maen-maen manteng bak kulam nyoe “ (“Baik pak, kami sedang main-main saja di kolam ini”).
Lelaki kekar itupun pergi ke arah hutan, meninggalkan kami yang gugup ketakutan.
Telaga biru Mon Ceunong, begitulah namanya. Sebuah surga kecil yang berada di desa Aneuk Glee, kecamatan Indrapuri, kabupaten Aceh Besar, Nangroe Aceh Darussalam. Telaga ini sempat populer di kalangan anak muda Aceh. Sejak kemunculannya di media sosial, tempat ini langsung diserbu pengunjung. Mereka datang dari berbagai penjuru Aceh. Tapi kepopuleran tersebut tidaklah lama. Telaga biru ini ditutup untuk wisatawan. Penutupan ini bermula akibat terjadinya konflik antara beberapa warga desa dengan sekelompok pengunjung. Kabarnya pengunjung tersebut tidak mengindahkan nasihat penduduk setempat untuk tidak terlalu ria dan berdua-duaan. Sejak itulah, telaga biru Mon Ceunong ditutup. Penduduk desa menebangi pohon disekitar lokasi dan memasukkan kayu dan ranting pohon ke dalam telaga. Telaga yang tadinya cantik, seketika menjadi porak poranda.
Waktu terus berlalu. Sang telaga tidak lagi terdengar. Dalam hati, saya masih penasaran dengan sang telaga karena belum sempat pergi ke sana. Hingga akhirnya sahabat saya Yasir mengajak saya untuk ke telaga biru Mon Ceunong ini. Wah, ajakan tersebut langsung dong saya iyakan. Cihuy .. !!!
Banda Aceh – Mon Ceunong
Sabtu pagi yang cerah mengiringi perjalanan kami dari Banda Aceh menuju Mon Ceunong. Kali ini kami berangkat berempat, yaitu saya, Yasir, Fakar dan seorang teman. Sepeda motor kami melaju dengan santai. Rute perjalanan kami, dari Banda Aceh menuju Indrapuri. Oiya sahabat lasak, kami berempat belum ada yang pernah pergi ke lokasi loh, jadi perjalanan kami berdasarkan informasi di media sosial dan tentu saja dibantu google map.
Perjalanan dari Banda Aceh ke Indrapuri tidak terlalu jauh, yaitu kurang lebih 26 km atau sekitar 40 menit. Lokasi pertama yang menjadi patokan kami adalah Simpang pesantren Tengku Chiek Oemar Diyan. Setelah sampai di simpang ini, kami di arahkan penduduk setempat untuk berbelok ke arah kanan. Dari sinilah jalan mulai tidak mulus dan medan semakin sulit. Belum lama kami berjalan, kami dihadang oleh kerumunan sapi peternakan. Cukup lama juga kami menunggu sapi-sapi tersebut berlalu.
Perjalanan semakin menanjak dan berbatu. Kami juga melewati dua buah anak sungaii yang lumayan deras. Belum lagi debu jalanan yang menerpa wajah kami. Sepeda motor metic yang kami bawa agaknya sedikit kewalahan menghadapi medan jalan yang penuh liku ini. Tak jarang kami yang duduk dibonceng harus turun demi mengurangi beban kendaraan.
Jalanan semakin sepi dan tidak ada pentunjuk arah. Saat itu kami hanya mengandalkan perasaan. Sempat juga kami berpapasan dengan beberapa kendaraan yang membawa kayu dari hutan. Sebagian penduduk memang menggantungkan hidupnya dari hasil hutan. Beruntung kami berjumpa dengan beberapa penduduk yang sedang beristirahat dari menebang kayu. Dari mereka kami diberi petunjuk jalan menuju Mon Ceunong. Rupanya kami telah kelewatan jauh masuk hutan.
Dalam perjalanan kami dikejutkan oleh seekor Kelabang yang melintas di tengah jalan. Ukurannya cukup besar. Saya yang jarang melihat binatang ini berhenti sejenak untuk memperhatikan gerak-gerik binatang berbisa ini.
Sesuai arahan penebang pohon tadi, kami memarkirkan kendaraan kami di tepi jalan. Selanjutkan kami berjalan kaki masuk ke hutan yang tak jauh dari sisi jalan. Belum jauh kami berjalan, kami menjumpai aliran sungai yang penuh dengan bebatuan. Bebatuan ini sangat licin. Saya hampir saja jatuh terpeleset karena kurang hati-hati.
Baca juga : Menjalin Persahabatan di Bukit Jalin
Sahabat lasak, wangi hutan dan suara-suara alam mengiringi perjalan kami menyusuri sungai. Suasana inilah yang membuat perjalanan tidak terlalu berat. Kami sangat menikmati perjalanan ini.
Jamur kayu berwarna putih ini salah satu jenis jamur yang kami jumpai saat menyusuri sungai.
Di tengah perjalanan, kami beristirahat sejenak di atas sebuah batu yang cukup luas. Di sisi kami, ada sebuah aliran air yang membentuk kolam kecil berwarna kebiruan. Didalamnya tampak ikan-ikan kecil berenang kesana kemari. Melihat suasana ini kami yakin bahwa telaga biru Mon Ceunong sudah dekat. Kami semakin semangat untuk melanjutkan perjalanan.
Dugaan kami benar, Yasir yang berjalan terlebih dahulu berteriak memberi kabar bahwa kami telah sampai. Alhamdulillah, akhirnya salah satu tempat yang sudah lama saya incar, berhasil saya kunjungi.
Telaga Biru Mon Ceunong
Sebuah telaga yang berwarna biru tosca terlihat begitu eksotik. Meski telaga ini dipenuhi kayu-kayu sisa konflik, keindahannya tidak bisa disembunyikan. Telaga ini tidak terlalu luas. Sumber airnya mengalir dari bebatuan di tepian telaga. Pemandangan ini membuat saya tertegun takjub. Betapa Tuhan telah memberikan nikmat alam yamg indah ini, sepatutnyalah kita bersyukur dan menjaga pemberian_Nya.
Baca juga : Habis Pesta Langsung Nge-BIR (Binahal Indah Resort)
Saya tidak tau pasti, tetapi jika melihat bentuk bebatuan dan warna birunya, kemungkinan air telaga ini mengandung belerang. Telaga biru Mon Ceunong ini cukup dalam. Dasar telaga pun tak terlihat. Menurut warga sekitar, air telaga ini berasal dari pegunungan Indrapuri. Jika kita telusuri lebih jauh lagi, sumber airnya berasal dari air terjun di kawasan perbukitan Kutamalaka.
Di telaga ini hanya ada kami. Sahabat saya Yasir sempat mencoba berenang di dalam telaga dan menyusuri bebatuan di sekitarnya. Fakar dan kawannya asik berfoto di tepian sungai. Sedangkan saya hanya mengamati dan sesekali berfoto. Untuk mandi saya kurang berani, selain tidak terlalu pandai berenang, saya juga tidak membawa baju ganti. Kami semua asik menikmati keindahan telaga biru Mon Ceunong. Hingga akhirnya sosok lelaki kekar datang menghampiri kami. Ia mengingatkan agar tidak mengambil foto sembarangan dan tidak terlalu ria. Terkait larangan mengambil foto ini saya kurang begitu faham. Saya hanya mengira-ngira saja, mungkin terkait aktifitas mereka menebang kayu di hutan ini. Entahlah.
Sahabat lasak, di satu sisi tempat wisata yang dikelola bisa menambah pendapatan daerah setempat. Tetapi jika tidak dikelola dengan baik, justru bisa membuat alam menjadi rusak. Banyak sekali contoh tempat wisata yang menjadi kotor dan tidak alami lagi. Biasanya pengelola hanya mengutamakan uang masuk dan mengabaikan kebersihannya. Untuk itu, peran pemerintah sangat diperlukan dalam membina kawasan wisata dengan mengindahkan kearifan lokal. Tentunya diperlukan pendekatan yang baik dengan masyarakat lokal agar tumbuh kawasan wisata yang sehat dan memberikan nilai tambah perekonomian masyarakat.
Potensi wisata di Aceh sangatlah banyak. Tidak hanya pantai dan pulaunya yang indah, pesona hutan dan perbukitan di Aceh juga sangat menarik. Kearifan lokal sebenarnya bukanlah kendala untuk kemajuan pariwisata di Aceh, justru bisa menjadi daya tarik tersendiri. Dan yang tidak kalah penting adalah kesiapan penduduk dalam menghadapi wisatawan yang berkunjung.
Tulisan ini pernah saya tulis juga dalam flatform steemit.com dengan judul : Menyapa Telelaga Biru Mon Ceunong
Semoga pandemi Covid-19 segera berakhir, sehingga industri pariwisata yang saat ini terpuruk, bisa kembali bangkit. Stay safe and stay at home.
Minggu, 29 Maret 2020
“Jangan lasak dulu ya, di rumah lebih baik”
Kaki Lasak : Travel & Food Blogger
Follow Me :
Steemit @kakilasak
Facebook Kaki Lasak
Instagram kaki lasak
Website : kakilasak.com
Youtube : Kaki Lasak Crew
Whatsapp +6282166076131
Baca beginian hari jadi googling nyari telaga mon ceuonongnya. Dimanakah itu dan wait, i will go there! Hehehe
Saya jadi balik lagi ke paragraf awal dan ngeja satu kata demi satu kata lalu dipasangkan dengan arti bahasa Indonesia nya. Seru nih bisa sambil belajar bahasa Aceh hehehe…
Hatur nuhun pisan
Bagus sekali pemandangannya. Bisa menjadi salah satu pilihan destinasi wisata saat berkunjung ke Aceh.
Betul sekali keindahan alam ini harus kita jaga. Supaya generasi selanjutnya bisa menikmatinya…
Hehe aku juga bisa seetik seetik hihi
Tq teh
Hahaha saeutik saeutik bang, pakai u karena e dibaca panjang
Kalo e tanpa u dibaca pendek
Haha, sebetulnya ejaan Aceh mirip sunda loh,
Contoh Bieruen : Bacanya Biren
Peu : Apa
Aneuk : Anak
Jeut : Iya
Owmaak… kangen kali awak mau ke aceh lagi… hehehe
Wah yuk kita belajar sama-sama. Saeutik-saeutik lama-lama jadi loba, eh jadi gunung hehehe
Hehehe awal denger bhs Aceh juga aku ga mudeng, blank asli haha
Melihat foto2 nya mengingakan saya akan kampung halaman. Huhuhu.. Sedih tahun ini gak bs plg karna kasus korona. Tertarik sm penggalan cerita yg pakai bahasa daerah aceh. Semoga pandemi korona lekas berlalu ya mba…
Iya, saya pun kayaknya ga bisa pulang ke Lampung
Jd di rumah aja la ini huhu
Aamiin, sedih melihat industri pariwisata kita saat ini karena pandemi si virus. Moga pandemi ini segera berlalu, dan kita bs menikmati indahnya pesona negri ini.
Seperti Aceh ini.
Aamiin
Asli sedih bgt, tamu kami cancel semua, ga ada uang masuk jadinya huhu
Coba telaganya terawat pasti cakep banget ya bang, apalagi kalau akses jalannya juga diperhatikan. Duh, bisa jadi salah satu andalan wisata Aceh si telaga biru ini.
Iya, karena konflik n org kampung ga mau tu jd tpt wisata, makanya di rusak hehe
Sayang banget ya bang.. padahal bisa jadi potensi untuk menambah pemassukkan wilayah dan masyarakatnya ya.
Betul, mungkin kl di buka, baiknya ada petugas yg ngawas, jd ga di pakai unt tpt pacaran
Nha, betul banget bang. Biar gak disalahgunakan jadi tempat maksiat ya bang.
Dibalik kontroversi nya, telaganya menurutku bener-bener indah, walaupun ada batang pohon besar menancap di telaga nya, nggak mengurangi keindahannya..
Agaknya aku cukup paham kenapa warga menutup tempat ini, mungkin karena kelakuan pengunjung ada yang melanggar norma/kebiasaan di sana… bagaimana pun pendapat warga setempat hendaknya kita indahkan, karena mereka yg lebih mengenal daerah mereka…
Masih nampak sisa kayu yang dibuang oleh penduduk ya bang Sani. Mungkin penduduk tidak ingin terjadi sesuatu yang mencelakakan mereka seandainya tempat itu dijadikan tempat maksiat secara tak sengaja. Tapi memang luar biasa cantik.. warna air nya tosca indah..
Iya, kadang yg datang ni ga tau tatakrama, jd ditakutkan malah banyak yg pacaran disana
Nah itu bang,
Padahal Aceh itu kan dikenal sebagai “mekahnya Indonesia”. Jadi harusnya pengunjung tau menjunjung adat istiadat yang berlaku ya..
Iya, tp itulah yaa, ada aja anak2 bandal.. secara tpt sepi, jd dijadikan kesempatan karena dimana mana di larang.
Mungkin harus ada penjaganya, jd tamu2 bisa di awasi
Kerusakan alam emang karena keserakahan manusia ya mas. Masa bodoh dan tidak mau menjaga alam.
Setuju sekali. Padahal yg rugi kita juga huhu
Peu Haba. Hehe…ini kata yang saya kuasai dari bahasa Aceh. Ke tempat yang sepi begitu kita bisa dapat pengalaman yang berbeda dari wisata lainnya ya. Jamur, lipan, salah duanya
Coba telaganya dirawat lagi ya , biar cakep. Dan satu lagi jalan askes menuju telaga diperhatikan lagi, pasti deh telaga sebagai kota wisata Aceh
Iya, karena skrg ga di buka sbg tpt wisata, kami aja yg bandel hehe
Bisa masuk situ karena bawa warga kampung ya bang? Beruntung kali ah.. cantik tempatnya
Ga bawa, cuma tanya2 aja, mungkin kami cuma 4 dan disana hanya ada kami, jd lolos
Beruntung aja kami boleh masuk
Indah ya mba Blum pernah ku ke daerah Aceh next harus ini jadi list travellingan dn mampir ke Telaga biru Mon Ceunong, penasaran sama surga di desa Aneuk Glee, Aceh Besar
Kalau diperingatkan begitu jadi keder juga ya. Kadang kita memang perlu mendengarkan petuah warga asli dan menghargai adat mereka.
Saya juga sudah rindu sekalu jalan2 lagi, semoga segera berakhir #dirumahaja ini
Asli keder hehe
Iya, harus hormati Kearifan local maksdna . Jd aman 😀
Wah, kaki lasak pun untuk sementara harus nggak lasak dulu ya, Bang, huehehe …
Duh, kalau lihat postingannya Abang nih, semakin rindu buat berpetualang di alam bebas. Apa daya unyil-unyil di rumah harus lebih diprioritaskan. Kalau soal dilarang mengambil gambar, ada kaitannya dengan kepercayaan gitu nggak, sih?
Misalnya seperti masyarakat adat Baduy gitu.
Iya nih ga lasak dulu gegara si corona hehe
Kl yg kami tangkap, mreka takut aktifitas mreka menebang kayu di foto, terkait ilegal logging mungkin hehe
Wah, ngeri kaliii. Dilema ini ya, Bang.
Iya, hutan aceh masih bgs, tp banyak juga jd mata pencarian, kl ga di benahi takutnya kebablasan hutannya jd rusak hehe
Semoga corona segera berlalu, udah kangen jalan-jalan hahahah
Mungkin ya kak dilarang Karena mengganggu penduduk,
Biasa kan kadang jadi nyampah
Dan soal pergi berdua gitu kan emang suka dilarang sama orang tua aceh,
Aku pernah jalan jalan naik mobil bareng teman, kebetulan kami 3 cowok, 3 cewek, jadi kaya pasangan gitu kan, padahal mah gak, temen sekolah dulu, tapi pas mampir makan di warung eh kita dinyinyirin, dibilang kenapa pergi berpasangan, dari mana
Walahhh padahal mah bukan huhuhu
Iya betul, bagus juga sebenarnya kitanya di jaga biar ga macam2 hehe
Itulah ya, perlu edukasi pengunjung dan penduduk, jd mentalnya lebih baiklagi unt pariwisata
Cantiknyaaa…
Duh Mon Ceunong nampaknya cuma impian untuk saya
Bang, motret pakai DSLR atau kamera HP?
Kok bagus nian hasilnya?
Kl gitu, biar saya saja yg lasak hehe. kebetulan ini pake DSLR
Aku belum pernah, kapan ya aku bisa berkunjung kesana? Btw kamera DSLR nya boleh juga tuh
Hahai, Bu Sumi kayak daku juga galfok sama kameranya. Cuma kalau daku pakai itu kebanting gak ya, soalnya daku mungil 🙈
Hehe, skrg camera hape pun hasilnya bgs2, ga kalah sama SLR hehe
Thanks ceritanya kak, saya yang jarang kemana-mana berada jalan sampai ke aceh dan mendengar obrolan dengan bahasa asli daerah. Kebayang pula perjalanan menuju telaga berwarna biru. Thanks
Hehe sama sama
Saya juga perantau, kebetulan aja stay di Aceh jd jalan jalan aja di sekitarnya hehe
Sama smaa, hehe iya nih saya lasak kali, jalan terus. Makasih ya udah baca hehe
Yap kak, poinnya adalah kerja sama yang baik dari semua pihak agar alam tetap lestari namun potensinya juga bisa dimaksimalkan.
Iya, karena kl di kampung ini jangan macam-macam, apalagi ketentraman mreka jd terganggu
Saya belum pernah di Aceh semoga wabah corona cepat berlalu pengen liburan lagi next destinasi aceh jadi prioritas nih
Ya ampun aku langsung ngeri lihat kelabang nya..coba dirawat gitu yah , Mon ceunang bisa jadi aset wisata Aceh deh. Kalau aku dijalan lihat kayak gitu udah auto pingsan deh kayaknya heheeh.. tapi menikmati perjalanan.. lihat telaga birunya.. wuih langsung segar
Amiin
Iya, ujung barat Indonesia loh
Keren hehe
Woah telaganya bagus banget mbaaak. Warnanya biruuu. Nah iya aku juga jadi penasaran kenapa ga boleh banyak ambil gambar hihi.
Mungkin takut aktifitas mreka terlihat,kadang yg datang lsm ato wartawan meliput ekosistem hutan
duh memang keren tapi itu lipan hutan gede banget ya serem. Indah banget ya pemandangannya semoga bisa diperbagus ya biar makin kece dan nyaman bagi wisatawan
Iya ged, aku jarang2 liat lipan hehe
Amiin, moga makin dijaga
Liat sapi di jalanan aku jadi ingat suasana di sebuah desa di Flores NTT, sapi bebas berkeliaran begitu ya ga takut ketuker apa…hehe
Hihi, iya banyak bgt sapinya
Ina sapi peternakan yg ada di kawasan itu
Ahhh, pengen lasak ke daerah-daerah yang memiliki kebudayaan tak tersentuh oleh moderenisasi
Ke Aceh mungkin salah satunya koh hehe
Seremnya pas ada orang bawa parang apalagi suasana telaga sepi gitu…hihi. Tapi, indah banget ini telaganya, pantas dulu banyak yang berburu main di situ, ya. Sayang banget ya kadang pengunjung suka seenaknya memang…padahal punya etika mah nggak harus ke manusia aja, ke alam pun sama..
Iya, asli kami takut hehe
Betul kak etika tatakrama emang perlu bgt dan sering terlupa hehe
Seperti biasa mas, foto-fotomu SPEKTAKULERRRRRRR. Saya kalo baca blognya seperti sedang baca National Geographic Indonesia. Hehehe. Senang bisa mengenali banyak tempat wisata alam di Aceh melalui blognya Kaki Lasak.
Aihh makasih kak, hehe village geograpic cocoknya hehe
Ditunggu petualangan berikutnya dengan foto-foto yang gak kalah spekta.
Ashiappp
Seru banget perjalanannya mba, makasih juga udah berbagi di blog dan semua orang bisa seneng bacanya. Aduh kelabang sebesar itu ya ampun aku liat fotonya aja merinding gimana aslinya coba. Hati-hati yaaa
Iya, gede bgt… Jarang-jarang liatnya, makanya nyempatkan turun hehe
Selalu suka baca tulisannya Mas Sani ini. Berasa ikut jalan-jalan mencari Telaga Biru Mon Ceunong dan tempat-tempat wisata menarik di Aceh. Telaganya bagus ya, sayang batang pohon dan ranting-ranting di dalam telaga agak mengurangi keindahannya. Tapi memang nggak semua warga suka daerahnya terekspos, banyak efek negatif kalau suatu daerah jadi tempat wisata meski banyak positifnya juga.
Makasih yaa hehe
Iya betul, jd kita juga ga bisa maksa juga di jadikan wisata. Salah satunya jd tpt pacaran itu yg fi khawatirkan penduduk desa hehe
Warnanya biru banget Mbak.. Kayak lihat warna air laut
Telaganya biru sekali. Jadi pingin berendem di sana, dalamkah airnya kak?
Dalam, kl lompat n nyebur ga ktauan dasarnya hehe
Iya, makanya di sebut telaga biru hehe
Bisa aja dah kakaknya menemukan tempat menarik dan indah seperti telaga biru ini. Btw sinan itu ternyata khas sumatera ya artinya sana
Bahasa Aceh, di sinan, artinya si sana hehe
Ga nyangka di Aceh Besar masih ada telaga yang airnya jernih kayak gini ya bang, pas awak lewat ke aceh besar tu daerahnya nampak gersang lho
Aceh besar ni luas sebenarnya, jd banyak juga hutannya hehe
Karena itu batang pohon segede gabanpun dengan mudahnya masuk danau ya bang?
Gila sih pemandangannya indah banget telaga biru mon ceunong ini walaupun perjalanannya lumayan berat juga kalau aku nyimak di sini, apalagi makin ke sana makin sepi hehehe. Mana ada kelabang pula. Tapi ku kagum itu sapi-sapi perterakannya besar-besar 🙂
Hehe iya, jumpa sapi, kelabang, jamur hehe
Seru pokoknya 😁😁
masya Allah indah banget telaganya ini, airnya beneran sebiru tosca gitu ya kak. Dan cukup sedih juga sih ini ketika tau story nya pernah sampai ditutup karena tidak tertibnya pengunjung yg datang. Bahkan terlihat ya, penduduk masih menjaga dengan ketat setiap kedatangan
Iya, emang biru, dasarnya sampe ga terkihat, apalagi kalau cuaca cerah, jd tambah biru hehe
Iya, masih di jaga sekali ma penduduk, terutama kalau orang asing yg datang
Sayang sekali ya tempat semenarik ini kurang dikelola. Memang sih, dengan cepatnya berkembang sosial media, orang-orang dari berbagai sifat berdatangan ke tempat wisata yang bagus dan gak semuanya menaati aturan. Semoga ke depannya tempat ini bisa jadi salah satu yang dilirik pemda dan dikembangkan menjadi tempat wisata yang lebih baik.
Semoga Pandemi ini cepat berakhir dan bisa jalan-jalan lagi ya!
Iya, sayamg bgt.
Senoga kedepan bs di kelola dengan baik
Foto-foto nya epik mbak, jadi pengen menjelajah lagi. Memang ya saat menjelajah itu kita selalu nemuin hal-hal baru yang pastinya menyenangkan
kebayang nih dulu cantiknya kaya apa ini tempat. Buktinya meski adaa phon dan ranting, masih terlihat cantik. SImalakama dari tempat wisata kaya gitu ya Bang, terkenal dikit apalagi dari IG buat jadi spot foto tiba2 bisa jadi rusak. Pengelolaannya yang belum siap, masyarakatnya yg kurang mental jg.
eh ternyata mon cenong jauh jg ya, pantas lah dapat pemandangan yang cakep gt. Btw nampaknya biru dari alga yang hidup diperairan deh Bang hehe
Iya, kondisi di rusak aja masih bgs. Betul bgt, mental masyarakat dan pengelolaannya perlu di benahi.
Wah, bisa jadi ni Alga ya, saya mikirnya belerang hehe
Di kampung kami ada namanya Nyarai, itu telaga juga, dibuka oleh seorang pemuda yang kemudian menjadi tokoh socialpreneur. Hebatnya dia berkomunikasi dengan warga setempat soal ide membuka temuannya itu menjadi objek wisata, sekarang wisata itu terkenal dan banyak dikunjungi, meskipun harus berjalan kali berpuluh-puluh menit ke dalam hutan.
Semoga Mon Ceunong ini bisa dapat perhatian dari pemda setempat juga.
Wah, inspiratif sekali
Semoga mon Ceunong bisa spt Nyarai yaaa
Wah sayang ya kalau tempat sebagus itu malah dibiarkan tidak terawat… ya memang sich nanti akan ada anak mudanya yg mungkin menyalagunakan..tapi tinggal dibangun sistem pengawasannya saja kok… ssyang aja yang bisa dijadikan objek wisata malau dibiarkan tidak terawat…
Betul, tinggal di buat aturan dan di awasi.
Semoga kedepan bisa seperti itu ya
Telaga biru nya indah sekali yah,menarik ingin berkunjung menikmati air segarnya nih. Itu sapi-sapi di jalanan pasti menggemaskan sekali ketika mau lewat justru pada berhenti disitu yah. Btw, kondisi jalanannya sungguh membuat sepeda motor bisa cepat rusak yah.
Masya Allah…satu lagi keindahan alam banda yang tak habis-habis kakak baca di blog ini ya…kaya banget potensi pariwisata aceh ini.
Betul mbak, kaya potensi wisata, sayang blm dj kelola
Makasih yaaaa hehe
Duh indahnya Mon Ceunong ini… luar biasa benar2 telaga biru ya Bg Sani… eitt fotonya hati2 yaa.. takut jatuh ih… btw liat lembu2 banyak2 di tengah jalan gitu teringat lelucon orang Aceh yg lembunya ketabrak orang yg lewat hihi
Haha, bener … Saking banyaknya lembu, nabrak orang dan ga da takut2 nya pdgl dah di klekson hehe
Awal baca paragraf aku bingung kak, pakai bahasanya wkwkw, tetapi memang tafakur alam membuat kita berdecak kagum ya, aku juga kmrn ke tempat seperti ini kak ,tapi beda daerah wkwk. Belum aku tulis di blog haha, pengen deh ke aceh semoga kesampaian
Masyaa Allah.. airnya biruuu.. indah banget.
Sedih jika mendengar tempat tempat yang indah yang akhirnya rusak karena terekspose ke media sosial. Untung warga segera siaga menjaganya. Semoga bisa jadi aset wisata yang lebih bagus lagi ke depannya
Amiin. Semoga terjaga terus keindahannyaa
Iya, biar tau bahasa Aceh tu gimnaa hehe
Senoga kesampaian ya ke Aceh
Wah..menginspirasi ni perjalanannya..
Telaga biru ini kalau ditata diikit… udah bisa jadi spot instagram yang nyus banget lho mas !
Hehe, iya.. instagenic bgt tptnya..
Dibalik peejuangan perjalanan bisa menemuka tempat dengan telaga berwarna birunya itu pasti menyenangkan sekali. Terlebih banyak hal lain seperti habit lain yang dijumpai
Betul mbak, perjuangan juga nih. Akhirnya sanpai hehe
Eyaampun Bang, seru banget deh petualangannya. Naik turun jalan berekelok-kelok gitu. Tapinya terbayar ya dengan pemandangan telaga yang cantik itu.
Mungkin maksud penduduk sekitar supaya tidak terjadi khalwat ya mbak.. ga boleh berdua-duaan gituu.. bagus juga sihh.. meskipun sebenarnya cukup dikasi regulasi yang pas, mengatur dan mengikat..
Wah indah banget tuh danaunya! Tapi sayang ya akses ke sana ngga mudah, padahal kalo dijadikan objek wisata bisa menjanjikan ini.
Masya Allah, indah banget ya Mon Ceunong. Kagum saya lihat foto-fotonya. Memang sih baiknya ditutup karena susah juga mengawasi tempat seperti itu agar benar-benar tak dipakai berdua-duaan oleh pasangan yang bukan mahrom. Kecuali kalau bisa bayar jasa penjaga/satpam ya.
Iya, jika di buka harus ada aturan dan pengawasan yg jelas hehe
Masha Allah, selalu takjub dengan indahnya alam ciptaanNya seperti ini, kalau liat gini rasanya mupeng pengen ikutan datang ke sini, meski ya entah sanggup dengan medannya hihihi.
Tapi sepertinya tingkat kepuasannya bergantung dari tantangannya yang lumayan itu ya 🙂
Iya, penuh tantangan dan perjuangan, mungkin kl hanya di belakang rumah jd biasa aja ya hehe
Di paragraf pertama saya banyak nggak pahamnya kalo nggak baca terjemahan bahasa Indonesia nya, lumayan lah jadi bisa belajar bahasa daerah.. hehe
Hehe, sengaja biar pada tau bahasa Aceh yg jarang di dengar hehe
Di antara banyak berita yang bikin sesak dada berseliweran, baca cerita yang penuh pemandangan indah ini, bikin hati gembira.
Plus semangat buat menabung biar bisa menikmati langsung si Telaga Biru 🙂
dirumah lebih baik wkwkwk. bagus sih ini nemu aja tempat seger begini. btw bang, makin sering ke daerah aceh sana makin bisa bahasa aceh lah ya?xD
Ga bisa hahaha, cuma familiar aja sama bahasanya. Awak jenis yg susah kali blajar bahasa baru hehe
Hehehe iya, kondisi skrg plus britanya buat tambah parno hehe
Semoga kelak bisa ke Aceh yaa
Suka dengan warna biru toscanya telaga mon ceunong.
Bang saya salfok pada bentuk kayu itu, yang roboh ke telaga. Seperti ada anak kecil atau serupa monyet gitu yang duduk di atasnya dan selalu lihat ke kamera..duh, apa bayangan saya saja ya..hahaha
memang jika tempat indah seperti ini tidak dilindungi kearifan lokal maka akan rusak oleh tangan-tangan yang tidak bertanggungjawab
Hehe, tu bonggol kayu, jd mirip monyet duduk hehe
Semoga tetep lestari dan ke depan bisa di kelola dengan baik hehe
Perjalanannya menuju telaga biru menantang sekali ya Bang apalagi hanya mengandalkan Gmaps gitu trus di tengah perjalanan masih dihadang juga dengan segerombolan sapi, hehe. But akhirnya sampai juga di telaga biru.
Telaganya keliatan indah banget sayang ya karena sudah ditutup sama warga setempat padahal bagus jika dikelola dan dijadikan salah satu destinasi wisata Aceh
Iya, seru and deg-deg an
Mungkin seiring waktu akan di buka lagi
Liat foto sapi jadi ingat satu kawasan di Makassar yang juga banyak sekali sapi setiap pagi dan sore menguasai jalanan, kalau telat dikit saja dan pas ketemu jam sapi lewat ya sabar saja menunggu mereka jalan wkwkwkw rosa, rombongan sapi namanya
Hehe iya betul, ni kan peternakan jd ada jamnya, pas pula kami lewat sapi lagi dijalan, ya sabar juga nunggunya. Utamakan sapi hehe
Perjalanan yang lumayan menantang terbayar lunas sama pemandangan yang keren bangeet, semoga bisa main ke sana uwuwu
Di aceh emang kita nggk bisa sembarangan ya bang, apalagi d dalam hutan sprti itu, banyak org2 tua yg ngingatin supaya jgn ria
Iya, sebetulnya betul juga sih ketakutan mereka, cuma kadang yg datang ini ga tau tatakrama hehe
Wah bagus banget telaga biru nya ya bang. Perjalananya juga menyenangkan, btw kelabangnya buat takut aja beracun ga ya itu?
Wahh, telaganya sangat bagus sekali. Sayang kalo ditelantarkan begitu, yaa. Coba ajak dinas terkait untuk duduk bareng pihak desa. Kita pernah melakukan ini saat di Kepulauan Sula Maluku Utara. Pengelolaannya di serahkan ke Bumdes. Alhamdulillah sekarang udah jalan, dan masyarakt punya pendapatan. Tapi memang butuh diskusi panjang x lebar x tinggi-lah. Kudu sabar semua pihak. 🙂
Asri banget tempatnya ya, kurang perhatian masyarakat setempat kok bisa sih?
MaasyaaAllah, sungguh luar biasa view alam Mon ceunong ya. Aselik kayak ikutan berada di Aceh pas baca dialog nya.
Huhu, betul sekali tulisan terakhir artikel ini. Untuk sementara jangan lasak dulu. #dirumahaja
Buat saya, pemandangan di telaga biru ini agak sedikit membuat merinding bang Sani.
Tapi memang saya tidak terlalu suka wisata alam yang masih asri seperti itu.
Ada perasaan gak enak aja gitu.
Mungkin karena saya penakut.
Cakep telaga nya. Biru nya mirip Bah Damanik yang ada di daerah kebun Teh Sidamanik bang. Kalo dikelola dengan baik sebagai tempat wisata, pasti juga bisa menambah lapangan pekerjaan masyarakat sekitar. Semoga Pemerintah setempat dapat memajukan pariwisata indah seperti ini.
Terlepas dari keindahan Mon ceunong, Saya sukak Kali dengan fotonlembu itu bang. Keren Kali..
Udah kubilag dari dulu kalau Aceh itu punya potensi wisata yang sangat besar. Laut, gunung, hingga wisata air terjun tuh sangat worth it untuk dibina dan dipromosikan. Tapi aku pribadi belum ke telaga Mon Ceunong sih. hehehehe
aksesnya kalo dari kota 40 menit sebenernya nggak terlalu jauh ya. kadang dengan kondisi jalan yang berbatu seperti itu yang bikin kayak lama
birunya air memang bener bener menggoda buat diceburin, seger ya kayaknya