Select Page

“Bang, ayoklah jalan-jalan, ke mana kek. Dulu aja sebelum menikah, hampir tiap minggu adek diajak jalan. Lah… giliran udah menikah, gak pernah lagi kita jalan-jalan”

“Itukan dulu dek, sekarang kan kita sudah berjodoh”

“Trus apa hubungannya bang, jalan-jalan sama jodoh?”


“Adek ini gimana sih, kan kalau jodoh ga ke mana”


“Haihhhhh….!!!”

Sahabat lasak, air terjun memang selalu menarik untuk dikunjungi. Bahkan tak perduli jalan yang dilalui penuh onak dan duri. Seperti petualangan kami ke sebuah air terjun yang sangat cantik, yaitu Air Terjun Lau Bertu. Air terjun ini berada di desa Namu Ukur, kecamatan Sei Bingei, Kabupaten Langkat, Sumatra Utara.

Baca juga : Sedapnya Gulai Asam Ikan Baung di Hasnah Kuliner, Rantauprapat

Rencana Perjalanan

Saya langsung mengiyakan saat sahabat saya Agus Ginting mengajak saya untuk bergabung dengan KOIN (Komunitas Orang Indonesia), menjelajahi air terjun Lau Bertu. Selain saya dan Agus Ginting, bergabung juga Pipit dan Didi. Perjalanan kami di pandu oleh tim Pelaruga (Pemandu Alam Rumah Galuh).  Nama Pelaruga memang cukup populer karena mereka adalah pelopor pemandu wisata alam di kawasan Rumah Galuh, Langkat. Pengalaman mereka dalam memandu wisatawan gak perlu diragukan lagi.

Saya, Agus Ginting, Pipit, Didi

Kami dari KOIN : Agus (Ketua KOIN), Pipit, Didi dan Saya.

Dari kota Medan, kami langsung menuju titik kumpul, yaitu markas Pelaruga di desa Rumah Galuh. Kondisi jalan dari Medan menuju Rumah Galuh cukup bagus. Tetapi karena jalanan di Medan agak macet  dan  kami naik sepeda motor dengan santai,  jadi perjalanan kami memakan waktu +- 2 jam.

Sahabat lasak, sesampainya di Rumah Galuh, ternyata peserta sangat ramai. Selain kami, ada juga rombongan dari komunitas Backpacker Medan (BPM). Tentu sebagian dari anggota BPM saya kenal baik, seperti Yunita Susanti (pendiri BPM) dan Giwan. Saya sendiri anggota BPM juga loh, meski tidak terlalu aktif. Kalau para petualang sudah kumpul seperti ini, pastinya seru. Perjalanan pun semakin asik. Cihuy!!

Rute Perjalanan

Setelah beramah tamah dengan semua member dan selesai di briefing oleh bang Baron Ginting dari Pelaruga, perjalanan pun dimulai. Untuk menuju air terjun Lau Bertu, kita harus berjalan kaki memasuki perkebunan warga selama +- 1 jam. Sebenarnya ada beberapa akses untuk menuju air terjun. Jalan kebun yang kita lewati juga banyak simpangnya. Jadi memang sebaiknya kita menggunakan pemandu lokal, supaya kita tidak nyasar dan mereka juga berperan memudahkan perjalanan kita. Biaya pemandu lokal ini tidak terlalu mahal, yaitu hanya 40.000 rupiah/orang.

Pada awalnya, medan jalan yang kami lalui tidak terlalu ekstrem. Paling hanya tanjakan dan turunan saja. Tetapi mendekati air terjun, ada 2 titik perjalanan yang sangat menantang. Yang pertama kita harus melawati tebing curam setinggi -+ 3 meter dengan bantuan tali tambang. Sambil memegang tali, kita turun dengan berpegangan pada dinding tebing batu. Yang kedua, kita harus melewati teras tebing batu. Kita hanya berpijak pada bambu yang disusun untuk memudahkan kita melewati sisi tebing. Di sini bantuan pemandu sangat dibutuhkan. Kita harus mengikuti arahan dari pemandu dan berjalan dengan konsentrasi. Jika tidak, resikonya bisa tergelincir dan jatuh ke jurang. Serem memang, tapi sejauh ini aman. Kami semua bisa melewatinya dengan selamat.

Medan perjalanan

Meski jalanan cukup ekstrem, tapi jika kita saling support, maka perjalanan akan lebih mudah dan tentu saja menyenangkan.

Nah, setelah melewati dua jalur ekstrem tadi kita semakin dekat dengan air terjun Lau Bertu. Kita tinggal menyusuri sungai yang cukup deras. Sungai ini merupakan aliran sungai air terjun Lau Bertu. Mau gak mau kita memang basah-basahan ya 😀.

Jalur Sungai

Kita harus berjalan menapaki bebatuan sungai dibantu oleh pemandu Pelaruga. Bebatuan sungai memang agak licin, tapi jika kita saling bantu dengan berpegangan tangan, kita akan melaluinya dengan lebih mudah.

Dannnnn…., penampakan air terjun sudah di depan mata. Seluruh peserta seolah berlomba-lomba untuk segera sampai. Saya sendiri istirahat sejenak di tepian sungai. Jalur melewati tebing dengan tali dan menyusuri sisi tebing dengan bambu tadi membuat saya agak kelelahan. Lagi pula saya sangat menikmati duduk dengan kaki berendam dalam sungai. Rasanya segar dan rasa letih pun berkurang.

Air terjun dari kejauhan

Akhirnya sampai juga ke air terjun Lau Bertu. Melihatnya dari jauh saja membuat saya takjub. Beruntung saat itu airnya deras dan jernih.

Air Terjun Lau Bertu

Lau Bertu kadang disebut juga dengan nama Lau Berte. Sebelumnya, air terjun ini bernama air terjun PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air). Dulunya, air terjun Lau Bertu ini pernah mau dijadikan PLTA. Tetapi belum sempat beroperasi, terjadi banjir bandang yang menyebabkan alat-alat keperluan pembangkit listrik hanyut. Sampai saat ini belum ada lagi rencana untuk membangun PLTA. Air terjun Lau Bertu memang agak rawan di terjang banjir di saat musim penghujan. Jadi jika kita mau berkunjung ke sini, harus melihat kondisi cuaca juga ya. Kalau kondisi hujan dan debit air deras, sebaiknya kita tunda dulu. Kita bisa berkoordinasi dengan pemandu terkait cuaca ini, karena mereka lebih faham dengan kondisi di lapangan.

Baca juga : Air Terjun Jodoh, (Bukan) Tempat Mencari Jodoh

Air terjun Lau Bertu yang tingginya +- 40 meter ini bentuknya melebar, sehingga terlihat menjuntai. Airnya yang jernih kehijauan sangat menyejukkan setiap mata yang memandangnya. Sebagian peserta mandi-mandi di tepi air terjun. Sebagian lagi duduk di bebatuan seperti saya. Menikmati hempasan air terjun yang menerpa wajah, sudah cukup membuat saya senang.

Air terjun Lau Bertu I


Air terjun Lau Bertu II


Air terjun Lau Bertu III

Sahabat lasak, air terjun Lau Bertu masih alami. Fasilitas di kawasan air terjun juga tidak ada. Jadi selain menyiapkan fisik, kita juga harus membawa bekal yang cukup. Yang perlu diingat adalah membawa pulang kembali sampah sisa perbekalan kita. Jangan sampai keindahan air terjun berkurang karena adanya sampah. Setelah cukup puas menikmati air terjun, kami akhirnya pulang. Tentunya dengan akses jalan yang sama, merangkak dan menyusuri tepi tebing yang curam itu huhu 😅

foto Bersama

Setiap perjalanan pasti punya cerita tersendiri. Cerita kadang tidak selalu baik atau seperti yang kita harapkan. Tetapi percayalah, baik atau buruk yang kita alami, selalu ada pelajaran berharga didalamnya. Kita harus ingat, bahwa tujuan sebuah perjalanan adalah perjalanan itu sendiri. Jangan pula lupa untuk pulang, karena kepulangan kita dinantikan oleh orang-orang tersayang.

Sabtu, 05 September 2020

” Di masa normal baru, tetap jalankan protokol kesehatan “

Kaki Lasak : Travel & Food Blogger






Follow Me :
Steemit @kakilasak
Facebook Kaki Lasak
Instagram kaki lasak
Website : kakilasak.com
Youtube : Kaki Lasak Crew
Whatsapp +6282166076131