Select Page

“Hallo sahabat lasak, saya do’akan sehat selalu ya, biar bisa jalan-jalan terus demi mengejar si dia yang semakin jauh.. halah haha”

Sahabat lasak pernah gak punya pengalaman yang mendebarkan saat jalan-jalan. Misalnya nyaris ketinggalan pesawat, nyasar saat mendaki gunung atau terkunci di kamar toilet stasiun. Wah, pastinya cerita-cerita mendebarkan itu tak terlupakan dan jadi kenangan indah. Nah, cerita lasak saya kali ini bisa di bilang ngeri-ngeri sedap juga loh. Bahkan kalau mengingat kejadiannya saya merinding lagi huhu. Biar gak penasaran, inilah cerita lasak saya menjelajahi pulau Keluang, pulau dengan gua purba yang berada di kabupaten Aceh Jaya, provinsi Aceh.

Agenda Perjalanan

Sejak gua pulau Keluang tampil di media sosial, saya mulai sibuk mencari  kawan untuk menjelajahi pulau Keluang. Beruntung sahabat saya Yasir selalu bisa diandalkan. Ia mengumpulkan informasi dan mendapatkan kawan untuk menjelajahi pulau Keluang. Kami gak ramai, yaitu hanya empat orang saja. Ada yang lucu sebelum kami berangkat, maksud hati supaya bisa jalan lebih awal tanpa saling tunggu, kami sepakat bermalam disalah satu rumah anggota. Tapi justru malamnya kami begadang sehingga semua bangun kesiangan. Hadeehh…
Tapi agenda kami tetap berjalan dong, kami bergerak dengan sepeda motor menuju Aceh Jaya yang jaraknya +- 70 km dari kota Banda Aceh. Lets go !!

Desa Keluang – Krueng Tunong

Setelah berkendara  santai +- 2 jam, sampailah kami di desa Keluang, Aceh Jaya. Selanjutnya kami akan menuju pelabuhan tempat untuk menyewa perahu. Karena ingin cepat sampai, kami mencoba jalan alternatif, tetapi dugaan kami salah, kami justru malah “nyasar” ke jalan setapak dan berawa. Tapi itulah ya, setiap kejadian selalu ada hikmahnya. Kami berjumpa dengan jembatan gantung yang sangat keren. Meski kayunya sudah lapuk karena di makan usia, jembatan ini tetap ciamik. Sahabat lasak, baru saya tahu kemudian kalau jembatan ini bernama Jembatan Krueng Tunong.

Sepertinya jembatan ini satu-satunya akses supaya kami lepas dari nyasar dan dapat segera sampai di pelabuhan. Jadi mau gak mau kami harus melaluinya. Yasir lah yang dengan pelan mengendarai sepeda motor kami melalui jembatan gantung. Sambil berjalan berlahan setapak demi setapak, saya menyusuri jembatan yang kayunya sudah mulai lapuk ini. Tubuh saya berkeringat dingin saat melangkah karena sebagian papan sudah lapuk dan patah. Oiya sahabat lasak, pemandangan perbukitan dari sungai Krueng Tunong  ini sangat indah. Tampak bukit nan asri berselimutkan kabut tipis, sungguh memanjakan mata saya.

Maunya sih bisa berlama-lama, tapi langsung teringat tujuan utama kami. Jadi sesampainya di pelabuhan kami langsung menjumpai pemilik perahu yang akan mengantar kami ke pulau Keluang. Oiya, harga sewa perahu Aceh ini hanya 350.000 rupiah.

Pulau Keluang

Sahabat lasak,  jika kamu pernah berada di penatapan puncak Geurutee – Aceh, maka akan tampak dua buah pulau. Pulau sebelah kiri bernama pulau Ujong Seuden, sedangkan yang ada di sebelah kanan bernama pulau Keluang. Rencananya, setelah ke gua pulau Keluang, kami akan lanjut ke pulau Ujong Seudun untuk istirahat. Jadi istilahnya satu kayuh, dua pulau terlewati.

 

Perahu kami melaju dengan cepat. Ombak semakin lama semakin besar. Setelah perjalanan +- 20 menit, kami sampai di tepian pulau. Pulau Keluang ini tampak seperti batu karang besar. Pada beberapa bagian, tampak celah membentuk gua. Kami sempat juga memasuki sebuah gua dengan perahu, tetapi tidak sampai jauh ke dalam karena ombak yang kurang bersahabat.

Inilah salah satu gua yang kami lewati dengan perahu, harusnya bisa kami telusuri hingga tembus keluar melalui  gua lainnya. Sayangnya ombak besar dan air pasang sehingga tidak memungkinkan untuk masuk lebih jauh

Sampailah kami ke lokasi  gua Keluang. Di sinilah nyali saya mulai menciut. Betapa tidak, mulut guanya berada di tebing batu setinggi 5-6 meter. Akses menuju mulut gua hanya berupa tangga gantung yang terbuat dari kayu dan tampak tidak kokoh. Melihat kondisi tersebut, saya memutuskan untuk tidak naik ke gua. Di tambah lagi ombak semakin besar dan perahu mulai terombang ambing, huhu.

Satu persatu sahabat saya melompat ke tangga gantung dan naik menuju mulut gua. Saya hanya bisa menatap dari atas perahu dengan jantung yang berdebar-debar. Mereka terus menyemangati saya untuk ikut naik sambil memberi tau cara menaikinya. Saat perahu mendekati tangga gantung, saya mencoba meraih ujung tangga. Tanpa saya duga, tiba-tiba ombak besar menghantam perahu sehingga perahu terlempar menjauh. Saya yang baru saja memegang ujung tangga gantung langsung terlepas dari perahu dan menggantung di bibir tebing dengan hanya berpegangan ujung anak tangga. Wahh.. perasaan saya waktu itu seperti antara hidup dan mati. Lama juga saya menggantung dengan kaki menjuntai berayun-ayun. Sedangkan tepat di bawah saya, laut dalam berwarna biru.  Ombak seolah-olah mau menggapai kaki saya, duh ngeriiii. Dalam kepanikan saya mencoba mengumpulkan kekuatan dan konsentrasi. Satu persatu anak tangga saya gapai dengan tangan hingga akhirnya kaki saya bisa menyentuh anak tangga. Alhamdulillah saya masih selamat. Inilah kejadian  yang saya ceritakan “ngeri-ngeri sedap” di awal tulisan tadi, sungguh dramatic. Fiuhhhh… 🙁

 

Gua Pulau Keluang

Saat menegangkan telah berlalu. Kami berempat sudah berada di mulut gua. Kami  mulai menjelajahi gua purba Keluang yang eksotik ini. Setelah masuk, barulah tarlihat bahwa gua ini cukup luas. Ada beberapa ruangan dari yang besar hingga lorong-lorong sempit seukuran badan kita. Di bawah batu yang kami pijak pun sebenarnya  ada ruang-ruang. Dari bawah ini terdengar jelas suara ombak  yang menghantam bebatuan gua. Suaranya seperti suara monster di film-filim, menggelegar dan menggema.

Seperti gua umumnya, gua Keluang dipenuhi stalagtit dan stalagmit yang menghiasi beberapa sudut gua. Pemandangan ini sangatlah indah. Sepenglihatan saya, ada dua ruangan dengan stalagmit dan stalagtit yang sangat besar. Disanalah kami lama berdiam.

Cantik dan eksotik bukan? Saya  takjub melihatnya. Menurut cerita pawang perahu kami, di dalam gua ini selain di huni oleh kelelawar, juga ada burung walletnya.

Selesai menjelajah gua, kami kembali menuju  perahu. Turunnya tidak sesulit saat naik tadi, karena perahu sudah standby tepat di bawah tangga. Cihuyy 🙂

Ujong Seuden

Puas melihat keindahan gua pulau Keluang dengan drama perjalanannya bukan berarti perjalan kami selesai. Kami singgah ke pulau Ujong Seuden yang bersebelahan dengan pulau Keluang. Sahabat tau gak kalau pulau Ujong Seuden ini dulunya menyatu dengan daratan loh. Tetapi saat tsunami Aceh 2004 lalu, sebagian daratan tergerus oleh tsumani. Bagian daratan yang tersisa inilah yang sekarang ini menjadi sebuah pulau, yaitu pulau Ujong Seudun.

Pantai Ujong Seuden. Tampak sisa pohon kelapa sebagai tanda bahwa dulunya ini adalah daratan.

Sahabat lasak, saat kami “mendarat” di pulau Ujong Seuden, kami bertemu sekelompok pemuda yang sedang camping di pulau. Sebagian dari mereka kami kenali.  Beruntungnya, saat kami tiba mereka sedang menyiapkan makan siang. Tampak ada yang sibuk memasak nasi, ada yang meracik bumbu dan sebagian besar asik memanggang ikan.  Dengan sedikit basa basi, kami memulai percakapan dan ikut membantu aktifitas mereka. “Pendekatan” kami ini berhasil, kami bergabung untuk makan siang. Wooww… ikan panggang euy.

Sahabat – sahabat kami ini adalah kelompok spearfishing. Mereka sering sekali melakukan ekspedisi di berbagai pulau di Aceh.

 

Hari menjelang petang. Lelah pun sudah mendera. Saatnya kami pulang ke daratan. Kalau berangkatnya kami hanya berempat, pulangnya kami beramai-ramai. Selalu ada teman baru dalam setiap perjalanan.

Sahabat lasak, di Aceh masih banyak hidden place yang berpotensi untuk dijadikan tempat wisata. Kamu jangan kaget, kalau mendengar sebagian pantai di Aceh  ada yang terlarang bagi wisatawan. Hal ini sesuai keputusan  gampong atau kampung. Alasan sederhananya,  khawatir akan menjadi tempat maksiat. Tentunya kita harus menghargai “kearifan local” tersebut. Seperti lokasi pulau Keluang, di Aceh Jaya ini, yang boleh berkunjung ke pulau hanya laki-laki. Jadi buat kaum perempuan, harus sabar yaa, saat ini kalian hanya bisa menjelajahinya lewat cerita dan foto.

Sabtu, 25 Januari 2020

“Lasaklah …  sebanyak,  sebisa dan sejauh mungkin,  karena hidup bukan diam di satu tempat”

#Kaki Lasak : Travel & Food Blogger





Follow Me :
Steemit @kakilasak
Facebook Kaki Lasak
Instagram kaki lasak
Website : kakilasak.com
Youtube : Kaki Lasak Crew
Whatsapp +6282166076131